Rabu, 29 Agustus 2018

Sesal



By : Anah Suhaenah


          Matahari diluar tadi bersinar galak membiarkan peluh membanjiri badan. Seperti pejabat negara, begitu keluar dari mobil aku langsung dikawal, terkekeh bedanya aku disambut teriakkan cemoh dan berondong pertanyaan kepo wartawan, tak lupa berbagai jepretan kamera mengambil gambarku. Tak mengindahkan tangan yang sakit akibat diborgol aku memasuki hotel prodeo.
              Hidup ini keras dan rapuh itu yang kupelajari. Keras karena kau harus selalu bertahan dan rapuh ketika kau tergilas abu tak bisa bertahan. Aku harus apa… aku harus apa.. otak ini terus berpikir mencari jalan keluar dan tangan mulai gemetaran saking takutnya. Kehidupan orang dewasa begitu pelik dibicarakan apalagi sepertiku yang berada dibawah garis kemiskinan. Jalanan adalah sahabat bagiku, entah itu halal atau haram lagipula sudah lupa aku dimana Tuhan. Kerasnya hidup telah menutup mata hati segala yang mereka sebut laik adalah kemewahan tersendiri yang kubenci.
              Semua orang butuh uang dan aku sakau uang. Teman teman yang lain mendapatkannya dengan mencopet, menipu bahkan menjual keperawanan dan melacur di ruamh pedosaan itu hal yang lumrah disini akan kau temui sejumblah kisah menyedihkan seperti kami di bagai kota metropolitan, aku mendapatkan uang dengan cara yang lebih berkelas. Miris, awalnya kupikir begitu namun lambat laun menjadi hal yang biasa bahkan sering kulihat tak jarang kupraktekkan ‘’ jahat ‘’ tuli telingaku mendengarnya sekali lagi tentang uang ketika keadaan terdesak berbagai aksi nekat kulakukan hanya untuk uang. Defisi suatu benda yang membawa kebahagiaan bagi setiap orang.
              Keluarga ? apa itu keluarga ? sesuatu yang kupunya namun enggan kuingat. Masalah selalu muncul sebagai tantangan di masa muda yang penuh dengan pergolakkan, kelabilan, egois dan keinginan untuk bebas. Ketika kupikir lagi sekarang, betapa mengecewakannya aku dulu. Usai 15, aku kabur dari rumah  memilih jalanan untuk bertahan hidup. Masih kuingat seraut wajah ibu yang penuh air mata terisak pilu menahanku dari pergi, lalu ayah dengan wajah angkuhnya mempertahankan nilai nilai moral keluarga. Aku selalu mencintai wanita penuh kasih sayang itu disaat semua orang mengangapku sampah ia masih menerimaku yang telah seperti ini. Terakhir kali bertemu dengannya 3 bulan lalu di tanah perkuburan yang mewangi kembang. Tergugu terisak aku dan hujan, kami menangis bersama.
              Terlepas dari itu kulanjutkan hidupku yang berlumpur dosa ini. Rumit dijelaskan namun keluargaku tercerai berai. Lelaki tua itu entah dimana keberadaannya setelah kudengar telah pensiun dini, Melia adik kecilku mungkin sekarang berusia remaja kuharap tidak sepertiku yang pembangkang, apa kabarnya? Dalam hatiku terdalam jujur ingin pulang namun terlalu jauh untuk kembali, lihat sekarang! Aku Matheo si Bandar Narkoba kelas kakap. Rekor pertemuanku dengan polisi dan pertarunganku dengan senjata api telah melegenda diantara teman teman seperjuangan lainnya, tak dapat diragukan lagi. Namun kini..
‘’ Dengan ini Hakim memutuskan saudara Matheo Regulus atas daqwaan kepemilikan ganja seberat 50 kg dijatuhi hukuman gantung !! ‘’
‘’ Tok.. Tok..Tok.. ‘’ Suara ketukan palu Pak Hakim begitu mengosongkan jiwa aku tak tau rasanya sebegitu menghampakan seperti ini. Tak terasa air mata mengalir dipipi menyusul rasa sesak membuncah di dada begitu tiang gantungan membayang dimata.
      ‘’ Ganja.. 50 kg.. gantungan.. hukum mati.. aku.. oh Tuhan.. ‘’ aku tau, begitu tak tau dirinya aku tersadar mengingat Tuhan pada waktu yang sedemikian terlambat seperti sekarang.
      ‘’ Aku harus apa.. aku harus apa..’’ nafasku tercekat mengingat pelukan terakhir ibu yang membelaiku dengan tangis. Lalu semuanya kosong, perlahan dingin dan yang kupijak hanya gelap.
              Pers memang wadah menyalurkan berita. Beberapa hari kemudian sebuah berita menyebar menjadi trending topik nasional. SEMALAM SEBELUM MENGHADAP TIANG GANTUNGAN TERPIDANA NARKOBA INISIAL M-R BUNUH DIRI TRAGIS.

Ibu, kumohon peluk aku lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar